Enny, Merindukan Masa Kecil...

Teks: Wendra Wijaya

Foto: DS. Putra

Tumbuh sebagai gadis remaja yang cantik dan cerdas, namun Enny masih merindukan masa kanak-kanak. Dua bagian hidup yang tak dapat dipertentangkan, memang. Sebuah fase yang memberi arti dan kenangan yang berbeda pula. Tapi bagi gadis remaja ini, masa kanak-kanak tetap menjadi satu bagian yang mendasari langkahnya dalam menapaki kehidupan. “Kesenangan dan ketenangan hidup selalu saya dapatkan di masa kecil. Di sana ada cinta, kedamaian, keriangan, dan kejujuran. Ini juga yang selalu membawa kerinduan saya pada masa-masa itu. Kalau bisa saya ingin kembali ke masa itu, sekali saja,” kata Enny mengawali perbincangan kami.

Cukup banyak yang mengenal sosok Enny. Maklum saja, penyuka warna merah jambu ini termasuk salah satu presenter di Jimbarwana TV —sebuah stasiun televisi lokal milik Pemkab Jembrana. Mungkin banyak juga yang menduga, ketegasan raut mukanya menggambarkan keteguhan hatinya sehingga menimbulkan kesan jutek atau….
“Bukannya gitu, saya cuma gak tahu cara memulainya saja. Mungkin banyak orang berpikiran saya jutek dan sombong, ditambah lagi bapak bekerja sebagai salah satu anggota DPRD Jembrana. Tapi jujur saja, sebenarnya saya malu kalau baru bertemu seseorang. Kalau bisa, sapalah saya duluan dan semuanya akan beda,” potong gadis belia berusia 18 tahun ini. Dan benar saja, obrolan kami tiba-tiba hangat. Canda, tawa, keriangan dan sifat familiar yang ditunjukkan pemilik nama lengkap Ni Putu Enny Putu Suardi ini seketika merubah image-nya sebagai “perempuan kaku” yang melekat dalam dirinya. Setidaknya itu pandangan saya.
Mengaku mengagumi Ira Kusno, Enny bergabung dan mengasah kemampuannya yang selama ini tersembunyi dibalik kejenakaannya di Santi Sastra Production. Kecintaannya pada dunia sastra pun turut memberi andil dalam proses kreatifnya. “Walaupun tidak langsung, saya menempatkannya (Ira Kusno-pen) sebagai guru. Membayangkan diri menjadi Ira Kusno, saya mulai belajar berbicara di depan cermin dengan menonjolkan olah vokal dan ekspresi. Kedewasaan dan kecerdasan Ira Kusno sudah menjadi acuan untuk mengikuti jejaknya, walau saya sadar itu sangat sulit dicapai. Semuanya butuh proses dan waktu yang panjang,” ucap putri pertama pasangan I Ketut Suardi dan Ni Made Wartini ini.
Kesibukannya menjadi presenter ternyata tak membuat Enny melupakan pendidikan formalnya. Gadis kelahiran 2 Oktober 1989 ini juga tercatat sebagai salah satu mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Dan ternyata, ketulusan, keikhalasan dan kepolosan anak-anak kembali mendasarinya untuk mencapai cita-citanya itu
“Sebenarnya presenter dan dokter hampir tidak ada bedanya. Semuanya harus memiliki dasar kuat untuk menjadi profesional. Dan disinilah sastra mengambil tempat dan berperan penuh. Keahlian atau seni komunikasi mutlak menjadi kunci keberhasilannya. Bagi saya, kerja itu adalah puisi. Dan anak-anak merupakan perwujudan puisi yang paling hakiki. Inilah yang selalu saya tanamkan dalam diri saya,” kata gadis gemini yang mengaku menyukai anjing pudel ini lepas dan bijaksana.
Di tengah keriangan hidupnya, remaja yang mengaku sangat dekat dengan orang tuanya ini selalu mencari pendewasaan dirinya melalui buku-buku bacaan. Apapun itu! Kedua matanya seakan selalu haus dengan ilmu apapun yang didapatkannya dari membaca. “Minimal lima jam dalam sehari, saya harus menyempatkan diri membaca buku. Tak peduli apa jenis bacaannya, yang penting hobi saya tersalurkan. Tapi tetap saja yang paling asyik itu, bercanda dengan anak kecil dan bertingkah menjadi mereka, hahaha….,” tawanya lepas mengiringi senja itu.
Masa kanak-kanak memang senantiasa menjanjikan kesenangan dan ketenangan. Mungkin inilah yang selalu membawa kerinduan bagi Enny untuk kembali ke masa itu. Dan mungkin juga, rasa cinta, kejujuran, dan kepolosan anak-anak ini yang ingin diberikannya kepada semua orang yang berada di sekitarnya. Ah, Enny……

Mang Dian, Kucari Kunang-Kunang yang Tak Ketemu

Teks & Foto: Nanoq da Kansas

Dia pernah bercerita bahwa cowok yang pintar bermain musik punya peluang besar untuk memikat hatinya. Sekarang, dia telah meninggalkan cerita itu. Bukan karena dia tak suka lagi dengan cowok atau musik, tetapi sekarang ada yang lebih membuatnya penasaran. “Kunang-kunang! Saya jatuh hati pada kunang-kunang. Saya takjub, kenapa Tuhan menciptakan mahluk mungil dan lucu itu. Kunang-kunang yang menghiasi malam, apakah maknanya bagi kehidupan?” Tanyanya kepada entah siapa.

Begitulah dara yang sebentar lagi akan meninggalkan bangku SMA ini. Banyak bicaranya, banyak senyum dan banyak tertawanya. “Entahlah, saya kok sudah cerewet sejak baru mekeplos dari rahim ibu. Habis, memang banyak hal yang dapat kita bicarakan atau ceritakan dengan teman-teman. Kehidupan ini begitu indah dan penuh warna. Maka, mari kita ceritakan keindahan dunia kepada siapa saja. Gak usah ngomongin perang yang terus berkecamuk di belahan dunia sana, atau gak usah bergunjing politik yang gak bisa dimengerti. Mari kita bicara soal kunang-kunang saja hehehe…,” lepas rawanya.

Ni Nyoman Dian Oktarini, demikian nama yang tercantum dalam buku rapor sekolahnya. Libra kelahiran 1989 ini, menapaki dunia modeling Bali berawal dari kontes modeling lokal Jembrana. Ceritanya cukup unik juga. Saat itu, yang menjadi model sebenarnya adalah kakaknya. Tetapi pada sebuah event, sang kakak mendadak sakit. Mang Dian dipaksa untuk ikut kontes mewakili kakaknya. Maka latihan pun dilakukan dalam waktu yang serba terbatas. Yang penting bisa melangkah di atas catwalk saja dulu, urusan lainnya bisa menyusul kemudian.

Tetapi hari itu ternyata tidak sekedar menjadi hari biasa. Kehadiran dan penampilan Mang Dian langsung menarik perhatian komunitas modeling Bali. Selanjutnya, posturnya yang semampai dan keluwesannya melenggang di atas catwalk, mengantarnya untuk meraih sederet predikat terbaik dalam berbagai kontes modeling.

“Saya ingin profesional,” ujarnya lagi. Lalu penyandang predikat The Best Catwalk, Juara I IFA Model Contest, Juara I AW Entertainment Bali 2006 ini memaparkan kiatnya untuk bisa tampil terbaik. “Harus serius. Apapun harus dilakoni dengan serius agar mencapai hasil yang memuaskan. Dan apapun jika dijalani dengan serius akan mampu mengantarkan kita pada profesionalisme,” demikian mantan Putri Hardy’s 2006 ini.

Tapi saat ini Mang Dian mengaku tengah mengurangi kegiatan modeling yang telah memberinya tambahan uang saku. “Saya bersiap untuk ujian sekolah dan ujian nasional. Sejujurnya, saya sangat tegang menghadapi ujian nasional nanti. Standar kelulusannya makin naik terus,” ujarnya.

Kembali ke soal kunang-kunang, penggemar bakso den es buah yang punya cita-cita kuliah pada jurusan hukum ini mengaku tertarik kunang-kunang bukan tanpa alasan. Di samping karena memang indah dan penuh misteri, kunang-kunang menurutnya bisa dibaca sebagai pertanda alam. “Kata orang-orang tua, dulu kita sangat mudah menemukan kunang-kunang. Tetapi sekarang sangat sulit. Saya sering berkeliling ingin melihat kunang-kunang, tapi sangat jarang bisa menemukannya. Kunang-kunang sekarang sangat langka. Ini adalah pertanda bahwa alam lingkungan hidup kita memang sudah tidak alamiah lagi. Sudah begitu banyak mahluk hidup yang kehilangan habitatnya karena dirusak oleh manusia dengan alasan pembangunan dan kemajuan teknologi,” katanya berapi-api.

“Saya kuatir, generasi di bawah kita nanti malah tak tahu sama sekali serangga yang bernama kunang-kunang itu karena tak pernah lagi melihatnya. Sekarang yang bertambah banyak justru lalat. Dan ini pertanda bahwa lingkungan kita semakin jorok dan kotor. Dan itu berarti pula hidup kita semakin terancam oleh ulah kita sendiri yang tidak bisa memelihara kelestarian lingkungan. Ini harus dikampanyekan agar semua orang segera menyadarinya,” demikian penggemar jaja sagon ini makin bersemangat.