Jasmine, Berkesenian di Bali Kini Terlalu Berorientasi pada Uang

Teks & Foto: Dadap

Agem-nya sangat tekek. Tubuhnya meliuk begitu lemuh dengan sledet matanya sakadi tatit. Dalam balutan pakaian khas penari Bali, siapa sangka gadis ini adalah seorang ekspatriat. Jasmine, begitu sapaan akrab gadis Jepang yang lahir di Turki ini, memang begitu fasih menari Bali. Barangkali ia telah mematahkan mitos bahwa tak ada orang selain orang Bali sendiri yang mampu menemukan feel-nya saat menari Bali.
Pertama kali menginjakkan kaki di Bali saat umur 3 tahun, namun jatuh cinta pada tari Bali pada saat umurnya 9 tahun. “Papa saya adalah seorang pelukis dan juga penulis, namun sangat tidak komersial, bergaya hidup hippies, kami selalu tinggal berpindah-pindah. Suatu hari di umurku yang kesembilan aku diajak jalan-jalan ke Ubud menonton tari Calonarang. Sejak saat itulah tari Bali menjadi obsesiku,” tutur gadis berkulit kuning khas Jepang ini. “Pernah saya tonton tari India, Thailand, Jepang dan Turki tapi saya tidak tertarik. Saya begitu tertantang dengan tari Bali yang sangat energitic dan memiliki speed,” demikian dia melanjutkan dengan suara santun yang keluar dari bibirnya yang tetap merah walau tanpa digincu.
Saat ditanya pencapaiannya dalam menarikan tari Bali, penggemar tipat cantok dan pelecing yang juga seorang vegetarian ini menjawab dengan kalem. “Tahun 2005 saya juara pertama menari Oleg Tamulilingan di kampus walaupun sebagian pesertanya adalah penari Bali. Saya juga pernah tergabung dalam Sanggar Tedung Agung khususnya Sekaa Gong Bina Remaja di Ubud dan menjadi satu-satunya orang asing yang pernah tergabung di sana. Sering juga saya ngayah di pura-pura dan yang paling berkesan adalah saat ngayah di Besakih. Setelah saya melepas kostum, orang-orang terkejut dikira saya orang Bali asli,” ceritanya dengan logat yang sudah sangat “indonesia”.
Tari Bali telah dipentaskan si mungil bermata sipit ini di berbagai belahan dunia seperti Seattle (AS), Hawaii (AS), Jepang dan Turki. Di balik segudang pengalaman dan prestasinya, ternyata gadis bernama lengkap Mireki “Jasmine” Okubo ini masih sangat belia. 27 Juli tahun ini baru genap berusia 21 tahun. “Di Turki, sekolah dasar hanya berlangsung dua tahun. Karena kami tinggal berpindah-pindah, saya diputuskan untuk memilih home school yang memungkinkan sekolah on-line via internet. Karena itulah saya bisa menyelesaikan pendidikan menengah di usia 16 tahun,” kata runner-up Penari Indonesia 2006 ini.
Di usia yang masih sangat muda tersebut, penari yang salah satu idolanya adalah I Ketut Marya ini, sudah tercatat sebagai mahasiswi ISI Denpasar. Namun setelah semester VI, ia putuskan untuk berhenti karena kuliahnya mulai terkesan “itu-itu” saja.
Wajah manisnya menunjukkan ekspresi serius saat penari muda yang bercita-cita meneruskan studi tari di New York ini ditanya mengenai kesannya terhadap orang Bali. Menurutnya, orang Bali sangat giat dalam berkesenian. Namun sayang, dalam hal yang sifatnya kerja, orang Bali agak malas. Cara kerjanya terlalu santai dan terlalu banyak alasan untuk menunda pekerjaan. “Sering ujian di kampus tertunda karena teman-teman sering ngaret, kadang dosennya juga sama. Padahal kalau satu pekerjaan bisa diselesaikan dengan cepat khan bisa kita kerjakan yang lain,” katanya dengan sungguh-sungguh. Mungkin kondisi ini sangat kontradiktif dengan budaya negeri asalnya.
“Seni di Bali bisa jadi akan mengalami kemunduran. Kawan-kawan di sini belajar seni terlalu berorientasi pada uang, tidak mementingkan hakekat kesenian itu sendiri. Misalkan seni tari, ide dan kreativitasnya sangat kurang. Kawan-kawan saya yang sudah tamat banyak yang hanya menjadi ’buruh’ tari di hotel-hotel bahkan menjadi penari di klub malam. Saya malu melihatnya,” sambung penari muda yang mempunyai impian mendirikan dance company ini.
Ekspresi mukanya yang serius berubah total saat ditanya tentang pendamping hidupnya. “Saya pernah berpacaran dengan orang Bali dan orang Indonesia (Jawa). Justru dengan orang Jepang belum pernah. Yang jelas, saya sekarang sedang belum punya pacar…,” ujarnya malu-malu sambil mengeliatkan tubuhnya yang benar-benar “penari”.

Ayu Devie, Menyenangkan dan Bikin Penasaran…

Teks & Foto: Nanoq da Kansas

Seperti di rumah rasanya. Kehadirannya, gaya ngobrolnya, candanya, ya, semua itu menciptakan suasana bagi lawan bicaranya seolah-olah berada di rumah. Akrab, membetahkan, hangat, sekaligus kadang-kadang bikin geli. Soalnya, mahasiswi Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Bali ini masih suka ceplas-ceplos dengan ungkapan-ungkapan khas tradisional Bali yang kini makin jarang digunakan. Bahkan sebagian besar anak-anak muda Bali sekarang merasa malu ngobrol menggunakan beberapa istilah tradisional Bali, terutama aksen khas Jembrana, yang sudah dianggap ndeso. Tetapi Ayu, demikian sapaan akrabnya, justru mengaku lebih enjoy. “Biar banyak yang pernasaran karena tidak tahu artinya,” demikian dia nyantai.
Maka kalau boleh jujur, yang paling merasa betah saat ini tentulah para awak Ge-M Magazine. Betah di kantor maupun betah di saat hunting bila ditemani Ayu. Karena, bungan natah dari Mendoyo Dangin Tukad, Jembrana-Bali ini, memilih bergabung ke dalam keluarga kecil Ge-M Magazine dan Tabloid Independen News. Dan meskipun sebenarnya dia boleh duduk-dukuk manis saja di kantor lantaran jabatannya sebagai sekretaris redaksi, toh si penyuka warna pink ini setiap saat ikut kelayapan di lapangan untuk wawancara maupun berburu berita.
“Memang dulu tak pernah terbayang akan jadi begini. Tetapi dari dulu juga saya yakin dunia jurnalistik pasti menyenangkan,” ujarnya. Kok menyenangkan? “Soalnya ada tantangan tersendiri di dalamnya. Mau tak mau kita harus banyak belajar berbagai hal. Pokoknya dunia jurnalistik itu keren,” demikian pemilik nama lengkap Ni Putu Ayu Devie Hardyawati ini punya alasan.
Datang paling pagi ke kantor, setelah membantu menyapu karena teman-teman yang piket rata-rata suka kesiangan, Ayu langsung “sarapan” beberapa koran. Dia mesti membaca beberapa tajuk dan opini, baru kemudian membaca berita-berita. Setelah itu, dia pun masih harus menulis resume atas beberapa berita yang dianggapnya “penting”. Begitulah sebagian kecil kesibukan Ayu di kantor.
Di luar kantor, anak pertama dari pasangan I Ketut Suhardi Gelgel dengan Ida Ayu Putu Parwati ini, masih harus mengerjakan tugas-tugas kuliahnya yang lumayan ketat. Tidak capek? “Tidak. Tetapi ngantuk,” jawabnya. Maka tidaklah aneh kalau di meja kerja si penggemar bakso ini selalu ada segelas kopi susu. Dia percaya sekali rasa kantuknya bisa diusir dengan segelas kopi panas. Ah, kayak nenek-nenek saja!
Omong-omong soal dunia jurnalistik, dara manis yang tidak pe-de memakai rok ini mengaku pernah bingung untuk mencoba memahaminya. Di benaknya yang masih lugu, dia mengaku sering bertanya-tanya, kenapa banyak orang yang takut terhadap pers. Kenapa juga banyak orang yang tidak suka pers. “Saya sering melihat di televisi, ada wartawan yang diusir bahkan dibunuh. Tetapi saya juga sering merasa heran, banyak juga media massa yang seolah-olah sengaja mengganggu bahkan memojokkan keberadaan orang-orang tertentu. Jadi, jujur saja, sampai sekarang saya masih bingung memahami dunia jurnalistik ini,” tuturnya di sela-sela liputan sebuah acara budaya belum lama ini.
Untuk menjawab kebingungannya itulah, Ayu mengaku sekarang harus lebih intens berinteraksi dengan dunia jurnalistik. “Inilah salah satu tantangan yang saya maksud. Dunia jurnalistik ternyata menyangkut perilaku yang kompleks. Ada orang yang pura-pura tidak suka pers, tetapi kalau sudah masuk TV paling semangat. Ya, saya harus banyak belajar dari orang-orang yang sudah senior dan dari kehidupan pers itu sendiri. Pokoknya bagi saya, dunia jurnalistik itu menyenangkan sekaligus bikin penasaran,” demikian dara yang lahir 15 Oktober 1987 ini menutup obrolan.

Putu Elmira, Hidup dengan Pedang, Belajar Hidup dari Panggung

Teks & Foto: Dadap

Elle, begitu sapaan akrab gadis cantik dan imut ini. Penampilannya sederhana. Tutur katanya santun dengan ekspresi wajah yang selalu ia mainkan mengiringi tiap kalimatnya. Canda-canda renyah ala anak SMA tetapi cerdas, selalu ia tambahkan pada setiap obrolan. Tidak perlu heran dia adalah seorang aktris teater yang berbakat. Sehingga tidak terlalu sulit baginya membuat orang untuk tetap betah mendengar bicaranya. Namun siapa sangka dibalik wajah manis nan mungil ini ternyata ia gadis yang sangat lihai memainkan pedang!
Ya, anggar adalah olah raga yang sejak SMP ia tekuni. “Awalnya cuma iseng nonton latihan di kompleks perumahannya akhirnya ditawari gabung, karena keasyikan aku jadi rajin ikut latihan.” aku siswi kelas 2 SMA 2 Denpasar ini. Akhirnya keseriusannya tersebut tidak sia-sia karena akhirnya ia menjadi atlet anggar satu-satunya Bali yang lolos ke PON XVII di Kalimantan Timur nanti. “Aku merasa sangat bangga bermain anggar, anggar itu cool jarang banget orang bisa memainkannya hehe..” canda atlet muda penyelamat eksistensi IKASI Bali di tingkat nasional ini.
Ketika ditanya mengapa anggar yang notabene adalah olah raga keras ia intimi, gadis yang bernama lengkap Putu Elmira ini, menjawab dengan bersemangat: “Walaupun anggar adalah olah raga keras, tapi sebenarnya otak lebih diandalkan disitu dan yang penting adalah ketelitian, bukankah biasanya perempuan lebih teliti dibanding laki-laki yang biasanya sembrono he…he…” candanya dengan suara yang serak basah membuat semakin betah saja menemaninya mengobrol. “Lihat bekas goresan di lengan kananku ini” sambil menyingsingkan t-shirt dengan warna charcoal favoritnya. “Ini adalah bekas tusukan lawan di Pra PON kemarin, aku tidak menyerah dan akhirnya aku menang!” tuturnya berapi-api.
Sementara dunia teater juga sangat serius ditekuninya. “Sejak SD aku sudah suka membaca puisi dan akhirnya serius mendalami akting sejak bergabung Teater Topeng di sekolah.” tutur dara yang tanggal 10 ini merayakan sweet seventeen-nya. Keseriusan mendalami akting dibuktikan dengan berhasilnya blasteran Padang – Tegallalang (Bali) ini lolos casting yang dilakukan Rudy Sudjarwo untuk film layar lebarnya nanti. Bulan kemarin Elle juga telah menjadi bintang utama film produksi sebuah LSM yang disutradarai oleh sutradara Australia.
“Aku hidup dengan pedang namun belajar hidup dari panggung,” ujarnya filosofis. ”Anggar mengingatkanku bahwa perlu kehati-hatian dan harus selalu sigap dalam hidup sementara teater mengajariku hidup sederhana dan senantiasa harus bekerja sama serta memperhatikan orang sekitar,” demikian Elle, yang suatu saat nanti ingin jadi public relation.
Di samping anggar dan teater, ternyata Elle masih memiliki seabrek kegiatan lainnya. Penggemar perkedel jagung masakan mamanya ini tergabung dalam cheerleader di sekolahnya dan memiliki sebuah grup band di kelasnya. “Kadang hari aku kayak orang gila bernyanyi-nyayi di kamar mandi sambil menari-nari hehe..,” guyonnya dengan suara yang memang terkesan seksi.
Sedemikian padat kegiatannya, namum keluarganya sangat mendukung. “Pada awalnya memang mama sering mempertanyakan mengapa aku selalu jarang di rumah dan pulang malam tapi akhirnya setelah aku menunjukkan prestasiku akhirnya mamaku mendukung bahkan mama sering mengompori aku untuk ikut salah satu lomba atau audisi yang kira-kira aku mampu. Sering juga mama kelihatan lebih bersemangat daripada aku. Yang penting sekolah tidak terganggu. Jadi semuanya harus berjalan dengan balance.” kata penggemar buah manggis dan durian ini, sesekali lesung pipit muncul di pipinya membuat wajah manisnya semakin terlihat manis saja.
“Memang akhirnya aku dituntut untuk sangat teliti mengatur waktu tetapi bagiku itu tidak sulit karena aku terdidik mandiri, aku lebih sering hanya bersama mama karena sejak kecil papaku sudah bekerja di luar negeri, mama sering menyemangati walaupun aku perempuan untuk selalu tangguh dalam hidup.” tuturnya membuat haru.
“Aku sangat sedih melihat semakin banyak saja remaja perempuan sekarang terlihat sangat agresif pada hal yang negatif dan terkesan tidak tahu malu. Padahal sekarang saatnya perempuan Indonesia bangkit karena sudah makin banyaknya kesempatan untuk menunjukkan diri bahkan menjadi pemimpin. Jangan hamburkan waktu yang takkan pernah kembali dengan sesuatu yang tak berguna. Lakukan sesuatu yang bisa membuat orang lain bahagia dan kamu juga merasakannya.” pesannya lugas yang menunjukkan dirinya adalah sosok perempuan muda yang cerdas.