Ayu Devie, Menyenangkan dan Bikin Penasaran…

Teks & Foto: Nanoq da Kansas

Seperti di rumah rasanya. Kehadirannya, gaya ngobrolnya, candanya, ya, semua itu menciptakan suasana bagi lawan bicaranya seolah-olah berada di rumah. Akrab, membetahkan, hangat, sekaligus kadang-kadang bikin geli. Soalnya, mahasiswi Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Bali ini masih suka ceplas-ceplos dengan ungkapan-ungkapan khas tradisional Bali yang kini makin jarang digunakan. Bahkan sebagian besar anak-anak muda Bali sekarang merasa malu ngobrol menggunakan beberapa istilah tradisional Bali, terutama aksen khas Jembrana, yang sudah dianggap ndeso. Tetapi Ayu, demikian sapaan akrabnya, justru mengaku lebih enjoy. “Biar banyak yang pernasaran karena tidak tahu artinya,” demikian dia nyantai.
Maka kalau boleh jujur, yang paling merasa betah saat ini tentulah para awak Ge-M Magazine. Betah di kantor maupun betah di saat hunting bila ditemani Ayu. Karena, bungan natah dari Mendoyo Dangin Tukad, Jembrana-Bali ini, memilih bergabung ke dalam keluarga kecil Ge-M Magazine dan Tabloid Independen News. Dan meskipun sebenarnya dia boleh duduk-dukuk manis saja di kantor lantaran jabatannya sebagai sekretaris redaksi, toh si penyuka warna pink ini setiap saat ikut kelayapan di lapangan untuk wawancara maupun berburu berita.
“Memang dulu tak pernah terbayang akan jadi begini. Tetapi dari dulu juga saya yakin dunia jurnalistik pasti menyenangkan,” ujarnya. Kok menyenangkan? “Soalnya ada tantangan tersendiri di dalamnya. Mau tak mau kita harus banyak belajar berbagai hal. Pokoknya dunia jurnalistik itu keren,” demikian pemilik nama lengkap Ni Putu Ayu Devie Hardyawati ini punya alasan.
Datang paling pagi ke kantor, setelah membantu menyapu karena teman-teman yang piket rata-rata suka kesiangan, Ayu langsung “sarapan” beberapa koran. Dia mesti membaca beberapa tajuk dan opini, baru kemudian membaca berita-berita. Setelah itu, dia pun masih harus menulis resume atas beberapa berita yang dianggapnya “penting”. Begitulah sebagian kecil kesibukan Ayu di kantor.
Di luar kantor, anak pertama dari pasangan I Ketut Suhardi Gelgel dengan Ida Ayu Putu Parwati ini, masih harus mengerjakan tugas-tugas kuliahnya yang lumayan ketat. Tidak capek? “Tidak. Tetapi ngantuk,” jawabnya. Maka tidaklah aneh kalau di meja kerja si penggemar bakso ini selalu ada segelas kopi susu. Dia percaya sekali rasa kantuknya bisa diusir dengan segelas kopi panas. Ah, kayak nenek-nenek saja!
Omong-omong soal dunia jurnalistik, dara manis yang tidak pe-de memakai rok ini mengaku pernah bingung untuk mencoba memahaminya. Di benaknya yang masih lugu, dia mengaku sering bertanya-tanya, kenapa banyak orang yang takut terhadap pers. Kenapa juga banyak orang yang tidak suka pers. “Saya sering melihat di televisi, ada wartawan yang diusir bahkan dibunuh. Tetapi saya juga sering merasa heran, banyak juga media massa yang seolah-olah sengaja mengganggu bahkan memojokkan keberadaan orang-orang tertentu. Jadi, jujur saja, sampai sekarang saya masih bingung memahami dunia jurnalistik ini,” tuturnya di sela-sela liputan sebuah acara budaya belum lama ini.
Untuk menjawab kebingungannya itulah, Ayu mengaku sekarang harus lebih intens berinteraksi dengan dunia jurnalistik. “Inilah salah satu tantangan yang saya maksud. Dunia jurnalistik ternyata menyangkut perilaku yang kompleks. Ada orang yang pura-pura tidak suka pers, tetapi kalau sudah masuk TV paling semangat. Ya, saya harus banyak belajar dari orang-orang yang sudah senior dan dari kehidupan pers itu sendiri. Pokoknya bagi saya, dunia jurnalistik itu menyenangkan sekaligus bikin penasaran,” demikian dara yang lahir 15 Oktober 1987 ini menutup obrolan.

Tidak ada komentar: