Perempuan Itu…

Perempuan itu begitu dekat dengan kita. Ketika ia bernama Ibu, maka sepanjang hayat ia berada di hati dan di sisi kita. Ia menjadi sumber dalam kehidupan kita. Sumber kasih sayang nan tak berujung. Sumber cinta nan iklas tak berharap imbalan apapun. Sumber kekuatan di saat kita mendapat masalah. Sumber kepercayaan di saat kita butuh tempat buat mengadu. Ketika perempuan itu bernama ibu, betapa dekatnya kita dengannya. Bahkan kita tak bisa menyembunyikan rahasia terdalam di hati kita. Karena seorang ibu adalah perempuan yang dipercaya Tuhan untuk memberi kesempatan kepada kita untuk ada di kehidupan ini. Kepada musuh dan lawan kita tak jerih setapak pun, tetapi di haribaan pangkuan ibu kita tunduk dan bertaubat.
Perempuan itu begitu dekat dengan kita. Ketika dia bernama istri, dialah pasangan di dalam segala upaya sekaligus pasangan di saat berbagi. Bersamanya kita berupaya di dalam menjalani tugas kehidupan. Dengannya kita berbagi di dalam mengatasi beban dan permasalahan keseharian. Bersamanya kita berbagi pikiran, gagasan serta rencana untuk berbagai solusi. Bahkan bersamanya pula kita berbagi rasa senang, sakit, hingga berbagi kesepian. Ketika perempuan itu bernama istri, betapa dekatnya kita dengannya. Nyaris tak berjarak, serasa kita hafal jumlah helai rambut dan lubang pori-pori di sekujur tubuhnya. Kepada musuh dan lawan seorang lelaki menantang, tetapi pada tatapan dan peluk kasih istri seorang jagoan menjadi jinak.
Ketika perempuan itu bernama siapa saja, bersamanya pula kita ditakdirkan mengisi semesta kehidupan ini. Perempuanlah yang membuat kehidupan menjadi harmoni di dunia lelaki, dan demikian sebaliknya, lelaki tiada lain adalah pembawa harmoni pula bagi dunia perempuan. Dan sejatinya, tiada maksud apapun dari kehidupan yang diciptakan Tuhan ini kecuali untuk satu tujuan: harmoni!
Sayangnya, kita semua acapkali mengabaikan harmoni. Kita, terutama laki-laki, lebih berkarib kepada ego gender dan berikukuh pada argumen kodrati. Perempuan yang sejatinya selalu bersama-sama dengan kita membentuk harmoni kehidupan, senantiasa lebih ditempatkan pada posisi sebagai “yang kedua” atau posisi “yang setelah”. Bahwa, ego selalu membuat laki-laki menempatkan dirinya sebagai “yang serba”, yakni serba bisa dan serba mampu, serta serba menguasai!
Ironisnya, mungkin karena ego gender laki-laki ini sudah lestari begitu lama bahkan sepanjang usia kehidupan itu sendiri, perempuan pun seolah dengan alamiah ber-“tahu diri” untuk menempatkan dirinya sebagai “yang setelah” itu. Dan kita kemudian dengan sederhana mendefinisikan, bahwa sudah kodratnyalah perempuan harus berada di dapur dan di halaman rumah, sementara lelaki turun ke jalan dan dengan merdeka boleh memasuki setiap bagian kehidupan, dari tempat yang paling benderang hingga lorong-lorong paling gelap dan culas di dunia ini.
Karena terpaksa untuk mengambil sikap tahu diri inilah, perempuan justru kian ditinggalkan. Dunia yang kemudian secara de facto dikuasai dan diatur kaum lelaki, menciptakan garis pemisah atas perempuan dan keperempuanan. Bahkan sepanjang pengalaman kita hingga hari ini, laki-laki pun memproyeksikan Tuhan seakan-akan menjadi diskriminatif. Bahwa wahyu Tuhan konon hanya diturunkan kepada lelaki. Tuhan belum pernah memilih perempuan untuk menjadi nabi.
Maka di dalam fakta, sadar atau tidak, dunia dan kehidupan yang diatur laki-laki ini selalu munafik atas keberadaan kaum perempuan, karena sejatinya lelaki selalu jerih bersaing dengan mereka. Dan untuk membenarkan agar perempuan memang lebih lemah, lebih bodoh serta lebih tak berbobot dengan laki-laki, kaum lelaki dengan kekuatan dan kekuasaannya membatasi kiprah perempuan. Dalam jangka waktu yang lama sekali, perempuan dikondisikan untuk tidak perlu bahkan tidak boleh ikut bersekolah. Pun ketika jaman sudah berubah dan istilah emansipasi didengung-dengungkan, perempuan masih tidak perlu ikut berpolitik. Perempuan tidak perlu ikut mengambil kebijakan. Perempuan tidak perlu ikut mengambil keputusan. Kalau bisa, perempuan tidak usah ada di mana-mana kecuali di tempat untuk kebutuhan biologis seputar melahirkan anak, menyusui, menyediakan makanan dan merawat laki-laki.
Begitu teganya dunia yang diatur dalam kebijakan laki-laki. Perempuan yang begitu dekat dengan kita, yang membuat harmoni kehidupan, selalu kita tinggalkan dengan perasaan tak bersalah. Perempuan itu…, memang masih termajinalkan hingga hari ini!
Ditulis oleh: Nanoq da Kansas

Tidak ada komentar: